Kalo penasaran baca sendiri aja, tapi endingnya itu hanya fiksi belaka. :)
Bukan Mimpiku
Dari kejauhan, Nara pun sudah bisa mengenali
siapa yang berjalan di seberang lapangan sana .
Mungkin baginya memandangi Lucas dari kejauhan pun sudah cukup menyenangkan
hatinya. Matanya tak lepas memandangi seorang laki-laki tampan yang mungkin hanya
ada di mimpinya saja.
“Huh, biarlah walau cuma bisa melihat dari sini.” Katanya dalam
hati.
“Heh!! Nggak usah sampe segitunya kali ngeliatin tuh cowok! Hahaha..”
Kendi menyadarkan Nara
dari lamunannya.
“Woo!! Sirik aja lo! Nggak seneng banget sih ngeliat temen seneng!”
sahut Nara
dengan sedikit kesal.
“Iya deh maaf. Tapi gue tuh kasian ngeliat lo yang tiap hari
kerjaannya cuma ngeliatin si Prince Charming itu. Kenalan dong! Kan asik tuh jadinya.”
Kendi memang sahabat Nara ,
tetapi bukan berarti dia tahu semuanya. Dan ada satu hal yang tak dia ketahui
dari Nara , bahkan Nara pun tak pernah menceritakan masalah satu
ini ke siapa pun. Kendi pun seringkali bertanya-tanya mengapa Nara selalu terdiam jika dia Tanya mengenai
Lucas. Tetapi pertanyaannya itu sampai saat ini masih belum bisa terjawab.
“Ah, udahlah!! Gue cuma bercanda kali.” Sambar Kendi yang sedih
melihat raut wajah Nara
yang berubah sedih.
Seharian ini Nara
tak tampak seperti biasanya. Nara
yang biasanya tak bisa diam, hari ini menanggapi lelucon teman-temannya pun dia
hanya tersenyum. Hingga bel pulang yang biasanya dia sambut dengan celotehan
riang, tetapi hari ini tak ada yang menyenangkan baginya.
Pulang sekolah, Nara
ada jadwal latihan ekskulnya. Dan hari itu juga merupakan jadwal anak futsal,
yang merupakan ekskul Lucas untuk latihan.
Saat Nara sedang berlatih color guard, tanpa diduga ada bola melesat
dan mengenai tangan Nara
yang ketika itu sedang memegang tongkat latihan. Karena kencangnya bola
mengenai tangannya dan secara tak sengaja pun tongkat yang dia pegang menggores
pipinya hingga berdarah.
“Aaaauuww!!” teriaknya kesakitan dan reflek langsung memegangi
pipinya yang tergores cukup panjang.
Teman-teman yang satu ekskul dengan Nara
langsung bergegas menolong Nara .
Nara segera
dibawa ke UKS karena lukanya mengeluarkan banyak darah.
Setelah hampir satu jam, Nara
hanya bisa beristirahat di UKS. Wajahnya tampak begitu pucat. Tetapi ketika
teman-temannya menyarankan untuk pulang, dia lebih memilih untuk istirahat di
UKS dahulu.
“Sorry yah tadi kena senteran bola gue. Sampe lo luka gini.” Suara
laki-laki yang menendang bola ke arah Nara .
“Lo udah baikan?” Tanya Lucas dengan wajah sedikit khawatir. Nara masih belum sadar
kalau dia sedang diajak berbicara dengan Lucas. “Eh, ditanya malah bengong!”
Lucas menyadarkan Nara .
“Oh, apa? Ehm, iya udah agak baikan kok. Cuma masih rada perih, sama
kepala gue juga pusing.” Jawab Nara gugup.
“Oh, sorry banget yah. Aduh, beneran gue nggak sengaja nendang ke
arah lo.” Lucas meminta maaf dengan raut wajah bersalah.
“Iya nggak apa-apa kok. Iya masa, lo tega benget sengaja nendang ke
arah gue?? Hahaha.” Jawaban Nara membuat mereka tertawa, tapi tiba-tiba Nara menjerit karena
lukanya tertarik akibat tertawa.
“Oh iya, nama lo siapa?” Tanya Lucas. “NARA.” Jawab Nara singkat.
“Ra, nanti lo pulang gue anter yah. Gue takut ntar lo kenapa-kenapa lagi di jalan.
Tadi kan kata
lo, kepala lo pusing tuh. Mau nggak?” Tawaran Lucas seperti mimpi bagi Nara . Laki-laki yang dia
idamkan menawarkan dia untuk pulang bareng.
Dengan segera Nara
mengiyakan tawaran Lucas.
Setelah kejadian itu, setiap hari Nara bertambah dekat dengan Lucas.
Hari-harinya tak pernah lagi diiringi oleh lamunan-lamunan kosong.
Suatu ketika Nara
teringat satu beban pikirannya. Lucas yang sekarang dia anggap lebih dari teman
pun tak dapat dia beritahukan masalah yang selama ini menghantuinya.
“Lucas, gue minta maaf yah.” Tiba-tiba Nara mengucapkan maaf kepada Lucas. Lucas tak
mengerti maksud dari permintaan maafnya itu.
Keesokan harinya, Nara tak masuk
sekolah, tak ada yang tahu mengapa Nara
tak masuk, bahkan Kendi pun tak tahu. Lucas dan Kendi mencoba mencari tahu apa
yang sebenarnya terjadi. Tetapi nihil hasilnya. Mereka sudah putus asa.
Setelah beberapa bulan tak ada kabar, Nara tiba-tiba menghubungi Kendi dan dia juga
menjelaskan alasan mengapa tiba-tiba dia pergi meninggalkan mereka.
“Tapi nggak gini caranya, ra! Gue nyesel sama lo! Dan lo tau, lo
bakalan sangat nyesel udah kaya gini!” Kendi sedih sekaligus kecewa atas sikap Nara . Nara juga tidak mengerti kenapa dia harus
menyesal dengan tindakannya ini.
Esoknya, Nara diajajak ke suatu
tempat yang Nara
tak mengerti kenapa Kendi mengajaknya ke tempat itu.
“Lo liat!” Kendi menunjukan sesuatu pada Nara . Lalu Nara langsung terjatuh lemas. Air
matanya mengalir deras dan dia baru memahami maksud dari perkataan Kendi padanya.
“Lo ninggalin Lucas tanpa kabar apapun! Tiap hari dia nyariin lo,
selalu coba ngehubungin lo! Tapi, nihil! Sampe suatu hari dia tuh nyari lo
sampe malem. Dan ini hasil akhirnya!” emosi Kendi meledak dan air matanya pun
sudah tak terbendung lagi.
Sambil menangis Nara
berkata dengan terbata-bata, “Sumpah, Kendi gue nyesel banget! Bukan ini yang
gue mau. Bukan ini mimpi gue! Gue tau sekarang penyesalan gue pun udah nggak
guna. Emang semua ini salah gue! Iya kan ,
Ken? Lucas, gue minta maaf sama lo…!” Uraian air mata Nara semakin deras. Dan dia pun tak dapat
berucap kata lagi. Yang kini bisa dia lakukan hanya memeluk nisan dihadapannya.
“Sekarang kita berdoa aja, semoga dia tenang di sana . Dan jangan buat dia sedih dengan lo
nyalahin diri lo atas semua ini. Dan yang harus lo inget, seberat apapun
masalah lo itu, lo tetep harus cerita. Jangan tiba-tiba lo menghilang tanpa
kabar. Itu nggak akan nyelesain masalah, malah nambah masalah. Udah ya jangan
sedih lagi.” Kendi menenangkan Nara
yang terlarut dalam air mata.
Tetesan hujan mengiringi penyesalan yang sudah
tak ada artinya lagi. Kini biarkan dia bahagia di sana , dan lanjutkan hidup yang tak’kan pernah
bisa kau sangka apa yang akan terjadi selanjutnya.
0 komentar:
Post a Comment